Desa Wisata Ngadirejo, Sambal Bakarnya Bikin Lidah Terbakar!

Desember 1, 2019adm@dhonnaindonesia, jalan-jalan, malang, Travelling16252

Ada yang suka mbolang ala jejak petualang? Ada tempat baru yang keren nih. Namanya Desa Wisata Ngadirejo. Ada apa dan bisa ngapain aja disana?

Desa Wisata Ngadirejo yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ini baru dirintis sekitar dua tahun yang lalu. Salah satu penggagasnya adalah Pak Wicahyo (42). Meskipun baru, tetapi prestasinya sudah banyak lho, diantaranya September lalu dapat award dari menteri pariwisata melalui event Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) 2019.

Seminggu yang lalu, saya dan teman-teman bloger Malang diundang secara khusus untuk main ke Ngadirejo. Untuk menuju kesana, dari pusat Kota Malang bisa ditempuh sekitar satu jam perjalanan. Kalau ke Ngadirejo sebaiknya bawa kendaraan pribadi ya. Ada sih angkot, tapi sampai kota kecamatan saja. Selanjutnya harus pakai ojek, tapi bukan ojol ya, belum resmi masuk kesana ojolnya, hehe.. . Desa ini dikelilingi banyak coban lho, total ada sekitar 18 coban yang bisa dijangkau dari Ngadirejo, diantaranya Coban Jodo dan Coban Jidor. Jadi kalau main ke Ngadirejo bisa sekalian main ke coban-cobannya Kota Malang deh.

Bertualang ke Watu Payung

Desa Wisata Ngadirejo mungkin masih kalah pamor dengan desa-desa wisata lainnya yang sudah ada sebelumnya. Tetapi sekali berkunjung kesini, dijamin, bakal susah move on! Kok bisa? Soalnya seru bangeeet.

Waktu saya kesana, tujuan utamanya adalah Watu Payung. Watu Payung ini seperti gua yang berbentuk menyerupai payung raksasa, dan ini bukan buatan manusia lho. Untuk menuju kesana pengunjung bisa menuruni bukit dengan cara berjalan kaki atau naik motor. Terus lanjut menyebrangi Sungai Cokro yang berarus deras. Tapi mending jalan kaki deh, kayak saya dan teman-teman kemarin. Turun naik bukit nyebrang sungai jalan kaki kayak Ninja Hatori. Gempor sih, tapi sensasinya luar biasa, hahahaha…! untuk turun ke lokasi Watu Payung, ada dua rute. Nah, kebetulan rute kami kemarin beda antara turun dan naiknya. Waktu turun lewat jalan yang lumayan curam, sisi kanan jurang gaes! Doh… emak deg-degan! Tapi pas naik pulang, jalannya zig-zag lumayan bagus dan lebih lebar dikit dari jalan sebelumnya, motor juga bisa melintas. Pulangnya bisa mampir ke Watu Jepit. Di lokasi ini bisa kita temui batu besar yang berdempetan, sehingga orang yang lewat situ seperti orang terjepit. Watu Jepit ini hasil longsoran bebatuan di atasnya dan masih satu lokasi dengan Watu Payung, di tepian Sungai Cokro.

berfoto di Watu Jepit

Selain deras, Sungai Cokro dipenuhi batu-batu gede buat pijakan pengunjung yang akan ke Watu Payung. Batu-batunya nggak semua bersahabat sih, ada yang goyang-goyang plus licin. Alhasil saya sempat terpeleset sekali dan jatuh terduduk. Basah deh, padahal nggak bawa baju ganti. So, catet ya, kalau kesana jangan lupa bawa baju ganti plus sandal gunung yang nyaman, jangan pernah pakai sepatu OOTD!

Rencananya sih, Watu Payung akan dikembangkan lagi. Entah bentuknya seperti apa, masih belum pasti. Denger-denger dari Pak Wicahyo sih mau dipakai wisata tubing. Hm, apapun itu, mudah-mudahan segera terealisasi ya.

Paket Wisata

Selain Watu Payung, apalagi?

Sebenarnya daya tarik Desa Wisata Ngadirejo itu kearifan lokalnya yang masih kental. Bahkan beberapa waktu lalu sempat dapat penghargaan karena kearifan lokalnya lho. Di Ngadirejo, masih ada budaya gotong royong antar warga dalam mendirikan rumah, menjamu tamu dengan sayur mayur segar yang dipetik langsung dari kebun, masih ada kebiasaan silaturahim saat lebaran dari desa ke desa, bahkan ketika saya dan rombongan lewat di depan rumah-rumah warga saat dari dan ke Watu Payung, beberapa kali saya dengar kata “Pinarak” (silakan singgah) dari warga yang kami temui. Hm, jadi ingat suasana kampung sendiri deh di Lumajang sana…

Bagi yang ingin ke Desa Wisata Ngadirejo bersama keluarga atau sahabat, bisa ikut paket 130 ribu per kepala. Itu sudah termasuk penginapan (check in jam tiga sore check out jam tiga sore besoknya) dan makan 3 kali ya. Nanti nginepnya di homestay yang sudah tersedia. Fasilitas lainnya, wisatawan akan diajak metik kopi, berkebun; ikut latihan pencak silat, menari atau kesenian jidor; diajari nyambel sambel bakar juga! Waktu terbaik berkunjung ke Desa Wisata Ngadirejo itu bulan Maret dan April, karena bulan itu waktunya panen durian. Wisatawan bisa metik durian gratis dan makan sepuasnya. Mantep to?

Sambal Bakar Khas Ngadirejo

Nah, ini dia yang nggak bisa dilupakan: sambal bakar, kuliner andalan Desa Wisata Ngadirejo. Setiap wisatawan pasti bakal dijamu sama sambal yang pedasnya level embuh ini. Waktu nyicip sambal yang disajikan pakai cobek hotplate ini, woaaaa, saya nggak berhenti huh hah, lidah kayak terbakar gengs! Tapi enak kok, saya aja kapok lombok alias nggak berhenti nambah, hihihi…

Btw, nanti dijamunya hanya dengan sambal nyel begitu? Ya nggak lah, temannya buanyaaaak dan nggak bakal kalian temui di kota. Ada nasi empok (nasi jagung halus), tumis daun labu siam, lodeh tahu, sayur daun banci/kulup alas, daun memes alias tapak liman goreng, ikan asin, tempe goreng, terong sambal pecel, dan tumis labu siam pakai petai (aduh, jadi ngeces deh ngelist makanan-makanan ini, hahaha).

Sambal bakarnya bisa dibeli buat oleh-oleh. Tapi harus order dulu ya, nggak ada stok soalnya. Karena fresh, sambal bakar khas Ngadirejo bisa bertahan selama 3 hari saja. Oiya, ada lagi lho yang bisa dibawa buat buah tangan, yaitu samidran. Apaan tuh? Jadi kue ini sepintas seperti kulit pangsit goreng, tapi lebih kriuk dan bentuknya berlapis. Tersedia varian asin dan manis yang dibanderol seharga 10 ribu saja. Bagi penyuka kopi, ada juga aneka kopi made in warga Ngadirejo.

samidran

Berminat mbolang ke Desa Wisata Ngadirejo? Bisa kontak Pak Wicahyo di nomor 085816608549 untuk reservasi. Selamat mbolaaaaang! ^^

144,285 total views, 3 views today

: Desa Wisata, Review

Pos Sebelumnya Spot Foto Keren di Kampung Jodipan

16252 Komentar. Leave new

Nanik Nara

Desember 3, 2019 3:12 am

Asyik nih kayaknya ngajak anak-anak nginap di sini. Sayang ya belum ada sarana transportasi umum sampai sana. Btw 130 ribu itu hitungannya per kepala ya mbak? atau per kamar