
Yeny Latifah: Dari Sarjana Pendidikan ke MUA
Profesi perias wajah, atau istilah keren terkininya Make Up Artis (MUA), menjadi salah satu dari sederet profesi yang menarik bagi para milenal. Jika ditekuni dengan baik, profesi ini tidak hanya menjanjikan penghasilan yang fantastis, tetapi juga kesempatan-kesempatan luar biasa yang mungkin tidak akan pernah dicapai oleh profesi-profesi lainnya. Misalnya kesempatan merias tokoh-tokoh penting, pejabat, dan para pesohor.
Seperti yang dialami oleh Yeny Latifah (28), seorang guru di Samarinda, Kalimantan Timur. Ia tak menyangka suatu hari dikontak oleh istri wakil Walikota Balikpapan dan diminta untuk meriasnya. Sebelum itu, Yeny juga dikontrak secara eksklusif untuk menjadi MUA acara Harmoni Keluarga di stasiun televisi lokal daerah selama setahun.
Hobi dari Kecil

Saat merias klien
“Sejak kecil saya hobi banget sama printilan make up. Tiap ke pasar malam sama ibu, saya sering ke penjual make up yang di emperan. Hanya ngeliatin saja sambil mbatin: ih, bagus ya. Ingin beli, tapi enggak berani minta, karena pasti dilarang,” kenangnya sambil tertawa.
Diam-diam sang nenek membelikan Yeny kecil seperangkat alat rias wajah untuk cucu tersayangnya. Ada bedak, eye shadow, blush on, lengkap dengan aneka kuas. Sejak itu Yeny menjadikan salah satu sepupunya sebagai kelinci percobaan. Ia kerap bereksperimen di wajah sepupunya dengan kosmetik. Setiap berkunjung ke rumah tantenya pun, Yeny sering meminjam lipstik atau lipgloss untuk dipakai mainan.
Lama kelamaan, Yeny jatuh cinta dengan dunia tata rias wajah. Sayang, minatnya ini kurang mendapat dukungan penuh dari keluarganya.
“Lepas SMP saya ingin sekali melanjutkan sekolah ke SMK 3, satu-satunya SMK di Samarinda yang punya jurusan tata rias. Tapi karena saya tipe anak yang nurut, manut sama apa saja yang dibilang orang tua, kalau (mereka bilang) enggak ya enggak, kalau (mereka bilang) iya, ya sudah saya jalani. Pengen banget masuk situ. Cuma, karena mungkin saat itu orang tua punya pandangan lain, punya pemikiran dan pendapat masing-masing mana yang terbaik untuk anaknya, saya menghormati itu. Akhirnya saya kubur dalam-dalam keinginan untuk belajar lebih lanjut tentang make up.”
Selain itu, keluarga terlanjur memiliki stigma negatif tentang dunia make up.
“Dulu mindset orang tentang tata rias itu salon. Image orang-orang salon di mata keluarga saya waktu itu kurang baik. Sementara orang tua ingin (masa depan) saya lebih baik.”
Bertahun-tahun mengubur passion terhadap tata rias wajah, ternyata minatnya itu tidak benar-benar lenyap. Apalagi ketika Yeny menyadari bahwa ia berbakat di bidang ini. Titik baliknya adalah ketika seorang teman kuliah memintanya untuk mendandani saat wisuda. Setelah itu permintaan demi permintaan merias wajah pun berdatangan dan mendatangkan penghasilan yang lumayan. Melihat itu, keluarga yang awalnya kurang mendukung pun berbalik memberi dukungan penuh.
Sebelum pandemi, dalam sebulan Yeny bisa menangani rata-rata 20 klien. Ia kerap kebanjiran job saat momen-momen bulanan seperti wisuda, bulan haji dan maulud saat ada banyak orang melakukan pernikahan, atau perayaan lainnya. Dari pekerjaan yang disebutnya hanya sampingan ini, Yeny bisa mewujudkan keinginannya memiliki peralatan canggih yang mendukung profesinya sebagai MUA.
“Alhamdulillah dulu barang-barang yang sepertinya enggak mungkin bisa terbeli, dari job MUA sekarang bisa terbeli.”
Terus Mengembangkan Diri

Saat menjadi pewara
Melihat profesi MUA, kebanyakan orang akan melihat sisi yang menyenangkan saja. Padahal di balik itu, tantangan profesi ini juga banyak. Seperti harus berangkat tengah malam ke rumah klien dengan banyak barang bawaan, kadang harus melewati jalanan terjal sampai tersesat, juga honor merias yang kadang ditawar dengan harga yang tidak masuk akal oleh klien.
“Saya selalu bilang ke klien, mohon maaf sekali, untuk semua yang ingin memakai jasa saya, tolong harga yang sudah saya pasang jangan ditawar lagi. Karena semua sudah saya perhitungkan, mulai dari bahan kosmetik dan peralatan yang akan dipakai, akomodasi, dan lain-lainnya itu sudah saya pertimbangkan,” tegasnya.
Sebagai MUA di daerah, karier Yeny tergolong melejit. Dari yang awalnya belajar merias wajah secara autodidak dari You Tube Tasya Farasya dan MUA lainnya, ia pun beberapa kali mengikuti kursus dan kelas kecantikan.
“Saya pernah kursus di Steff Make Up dan Mbak Nira yang sekarang tinggal di Jakarta. Saya enggak mencari guru yang namanya sangat besar, karena saya tahu, sehebat apa pun gurunya, kalau saya enggak mau berkembang, pasti saya enggak berkembang.”
Seolah belum puas dengan pencapaiannya sebagai pendidik sekaligus MUA, pemilik akun instagram @makeupby.yeny ini juga merambah dunia Master of Ceremony (MC). Tak hanya pengalaman menjadi pewara acara-acara formal, Yeny juga pernah didapuk menjadi pewara acara pernikahan.
“Enggak sengaja bisa mc juga. Awalnya diminta teman untuk jadi mc wedding dia, mungkin karena dia melihat saya cerewet dan banyak omong ya, hahaha. Tapi ada gen juga sih dari Ibu. Beliau dulu juga sering jadi pembawa acara,” kisahnya.
Yeny pun terus belajar dan menggali potensi public speaking-nya. “Kalau ada rezeki nanti ingin kuliah lagi ambil Ilmu Komunikasi,” harapnya.
Tentang Menjadi Guru
Terlepas dari kariernya kini sebagai seorang MUA hits di Samarinda, Yeny mengaku pekerjaan utamanya tetaplah seorang guru. Sarjana lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman tahun 2016 ini berusaha membagi waktu dan energinya dengan baik agar tanggung jawabnya sebagai pendidik tidak terbengkalai.
“Dulu kalau ditanya cita-citanya apa, saya selalu menjawab ingin jadi guru. Alhamdulillah sekarang kesampaian. Dan Alhamdulillah lagi, saya dapat lingkungan kerja yang nyaman sampai saya tidak ingin pergi dari sini. Sekolah sangat mendukung karier saya sebagai MUA. Kalau saya ada pekerjaan merias atau mc di jam sekolah, atasan tidak melarang asalkan izin terlebih dahulu dan sudah tukar jam sama rekan guru lain,” ucapnya penuh syukur.
Hobi dan bakat adalah anugerah, magnet rezeki, bisa jadi profesi. Jika disadari dan diasah secara terus menerus, keduanya akan membuat hidup kita lebih bermakna. Memiliki lebih dari satu profesi, kalau kita bisa menjalankannya dengan bahagia dan membuat hidup lebih bermakna, mengapa tidak? [RF. Dhonna]
180 total views, 3 views today